cover
Contact Name
Titik Respati
Contact Email
jiks.unisba@gmail.com
Phone
081312135687
Journal Mail Official
jiks.unisba@gmail.com
Editorial Address
Jalan Hariangbanga No. 2, Tamansari, Bandung 40116
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
ISSN : "_"     EISSN : 26568438     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains (JIKS) adalah jurnal yang memublikasikan artikel ilmiah kedokteran dan kesehatan yang terbit setiap 6 (enam) bulan. Artikel berupa penelitian asli, laporan kasus, studi kasus, dan kajian pustaka yang perlu disebarluaskan dan ditulis dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains (JIKS) ini merupakan salah satu jurnal yang diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (Unisba) selain Global Medical & Health Communication yang telah bereputasi nasional dan internasional.
Articles 19 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains" : 19 Documents clear
Hubungan Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah dan Jumlah Anak dalam Keluarga dengan Kejadian Stunting Usia 12–59 Bulan di Desa Panyirapan Kabupaten Bandung Annisa Kusumawardhani; Waya Nurruhyuliawati; Herry Garna
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5582

Abstract

Stunting merupakan permasalahan global yang sedang marak belakangan ini. Hal ini mengindikasikan terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan stunting. Berat badan lahir rendah merupakan faktor prenatal yang mungkin berhubungan dengan pertumbuhan anak di kemudian hari. Faktor sosial-ekonomi seperti jumlah anak dalam keluarga juga dapat memengaruhi pertumbuhan anak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan riwayat berat badan lahir rendah dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting di Desa Panyirapan Kabupaten Bandung periode Maret–Agustus 2019. Subjek penelitian adalah anak usia 12–59 bulan. Penelitian menggunakan rancangan kualitatif metode analitik komparatif dengan pendekatan case control. Uji statistik menggunakan uji chi-square dan Eksak Fisher. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 49 anak stunting dan 43 anak tidak stunting. Anak stunting dengan riwayat berat badan lahir rendah sebanyak 5 anak (10%) dan tidak terdapat hubungan bermakna (p=0,209). Anak stunting dengan jumlah anak >2 sebanyak 17 anak (35%) dan terdapat hubungan bermakna (p=0,008; OR=5.18). Simpulan, tidak terdapat hubungan antara berat badan lahir rendah dan kejadian stunting, tetapi terdapat hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting anak usia 12–59 bulan di Desa Panyirapan Kabupaten Bandung. THE RELATIONSHIP BETWEEN LOW BIRTH WEIGHT AND NUMBER OF CHILDREN WITH STUNTING IN CHILDREN AGED 12–59 MONTHS IN PANYIRAPAN VILLAGE, BANDUNG REGENCYStunting is a global problem that become a trending these days. This indicates there are factors that can cause stunting. Low birth weight is a prenatal factor that may relate with children development in the future. Social-economic factor such as number of children may also affect the growth of children. The purpose of this study was to analyze the relationship between low birth weight and number of children with stunting in Panyirapan Village, Bandung Regency in March–August 2019. Subjects were children aged 12–59 months. This study used qualitative comparative method using case control. Statistical test using chi-square and Fisher’s exact test. Total sample for this study were 49 stunting children and 43 non-stunting children. Stunting children with low birth weight history were 5 children (10%), and after being tested there was no significant relationship (p-score=0.209). Stunting children with number of children >2 were 17 children (35%), and after being tested there was significant relationship (p-score=0.008; OR=5.18). In conclusion, there is no relationship between low birth weight and stunting, but there is a relationship between number of children and stunting in children aged 12–59 months in Panyirapan Village, Bandung Regency.
Pengaruh Paparan Asap Rokok Tersier terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Ihsan Muhammad Nauval; Annisa Rahmah Furqaani; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5633

Abstract

Peningkatan jumlah perokok aktif mungkin berimplikasi pada peningkatan jumlah perokok sekunder dan tersier. Salah satu dampak buruk rokok, yaitu dapat meningkatkan kadar gula darah. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh paparan asap rokok tersier terhadap kadar glukosa darah mencit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo dengan subjek penelitian mencit yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dan kelompok perlakuan yang diberi asap rokok tersier selama 29 hari. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bio Medik Fakultas Kedokteran Unisba periode Maret–Juli 2019. Pemeriksaan darah dilakukan pada tiga periode, yaitu minggu ke-0, ke-2, dan ke-4. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah kelompok perlakuan (203,8 mg/dL) lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol (163 mg/dL) pada minggu ke-4. Hasil uji t independen memperlihatkan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Adapun pada kelompok kontrol (p=0,450) dan perlakuan (p=0,120) tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah antara minggu ke-0 dan ke-4. Hasil uji t dependen memperlihatkan nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa paparan asap rokok tersier pada penelitian ini memengaruhi kadar glukosa darah. Asap rokok tersier mengandung berbagai bahan yang berbahaya salah satunya nikotin yang dapat memengaruhi metabolisme glukosa dengan cara menginduksi keadaan stres oksidatif yang dapat merusak lipid, protein, dan dapat memengaruhi kemampuan sel untuk mengatur kadar gula darah dalam tubuh sehingga dapat terlihat hiperglikemia pada mencit yang terpapar asap rokok tersier. EFFECT OF THIRDHAND SMOKE EXPOSURE ON BLOOD GLUCOSE LEVEL IN MICEIncreasing the number of active smokers has implications for the increasing number of secondary and tertiary smokers. One of the bad effects of smoking is it can increase blood sugar levels. The purpose of the research was to analyze the effect of tertiary cigarette smoke exposure on mice blood glucose levels. This research is kind of exposure in vivo experimental study with mice research subjects divided into two groups: a control group that was not given treatment and a treatment group that was given tertiary cigarette smoke for 29 days with blood tests carried out in three periods namely 0, 2nd, and 4th weeks. The study was conducted in Biomedic Laboratory Universitas Islam Bandung during March –July. The results showed the blood glucose level of the treatment group (203.8 mg/dL) was higher than the control group (163 mg/dL) at the 4th week. Independent T-test results showed that the p value was less than 0.05 (p <0.05). As for the control (p = 0.450) and treatment group (p = 0.120) there were no differences in blood glucose levels between at weeks 0 and 4. Dependent T-test results showed a p value greater than 0.05 (p> 0.05). These results indicate that tertiary cigarette smoke was exposure in this study affects blood glucose levels. Tertiary cigarette smoke contains a variety of harmful ingredients, such as nicotine which can affects glucose metabolism by inducing oxidative stress that can damage lipids, proteins, and can affects the ability of cells to regulate blood sugar levels in the body that hyperglycemia can be seen in mice which is exposed to thirdhand smoke.
Pengaruh ASI Eksklusif+MP-ASI terhadap Status Gizi Bayi Usia 6–9 Bulan di Desa Sukawening, Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Alma Tanzia Nasa; Eka Nurhayati; Hana Sopia Rachman; Zulmansyah Zulmansyah; Herry Garna
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.4333

Abstract

Nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Untuk meningkatkan status gizi agar menurunkan angka kematian anak, United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak diberi air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan, lalu diberi makanan pendamping ASI setelah 6 bulan, dan ASI dilanjutkan sampai usia 2 tahun. Menurut WHO, makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) merupakan sebuah proses penting yang mengedepankan kesiapan bayi dalam menyambut makanan yang akan dikonsumsinya. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh ASI eksklusif+MP-ASI terhadap status gizi bayi usia 6̶̶−9 bulan. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cohort  menggunakan teknik pemilihan sampel cluster random sampling periode Maret−Juni 2018. Pengumpulan data diambil dari hasil pengukuran antropometri  berat badan/usia untuk mengetahui status gizi bayi 4 bulan ke depan (bulan ke-6, -7, -8, dan -9). Hasil penelitian menggunakan analisis Uji Fisher Exact dan Kruskal Wallis diperoleh dari 52 sampel. Jumlah kelompok yang diberi ASI eksklusif 27 bayi, sedangkan jumlah kelompok yang diberi ASI noneksklusif 25 bayi. Hasil analisis didapatkan terdapat pengaruh ASI eksklusif+MP-ASI terhadap kenaikan status gizi pada kelompok ASI eksklusif maupun noneksklusif (p=0,047). Faktor pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan sosio ekonomi keluarga terhadap status gizi kelompok ASI eksklusif dan noneksklusif tidak terdapat pengaruh (p=0,19; p=0,25; dan p=0,54). Kenaikan status gizi kedua kelompok tersebut tiap bulannya mengalami kenaikan yang signifikan. Simpulan, terdapat pengaruh ASI-eksklusif+MP-ASI terhadap status gizi bayi usia 6̶̶−9 bulan di Desa Sukawening Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. EFFECT 0F EXCLUSIVE BREASTFEEDING+COMPLEMENTARY FOOD FOR BREAST MILK TO NUTRITIONAL STATUS BABY AGE 6−9 MONTH IN SUKAWENING VILLAGE, DISTRICT CIWIDEY DISTRICT BANDUNGNutrition is a very important requirement in the process of baby growth and development. Improving nutritional status in order to reduce child mortality, the United Nations Children’s Fund (UNICEF) and the World Health Organization (WHO) recommend that children be given exclusive breast milk for 6 months, then given complementary breastfeeding after 6 months, and breast milk continued until the age of 2 years. According to WHO, complementary food for breast milk is an important process that prioritizes the readiness of the baby in welcoming the food he will consume. The purpose of this study was to determine the effect of exclusive breastfeeding+complementary food for breast milk on the nutritional status of infants aged 6−9 months. This research used an analytic observational method with a cohort approach using cluster random sampling technique for the period March−June 2018. Data collection was taken from the results of weight / age anthropometry measurements to determine the nutritional status of infants 4 months ahead (-6th -7th, , -8th, and -9th month). The results of the study using Fisher exact and Kruskal Wallis analysis were obtained from 52 samples. The number of groups given exclusive breastfeeding was 27 babies, while the number of groups that were given non-exclusive breastfeeding was 25 babies. The results of the analysis showed that there was an effect of exclusive breastfeeding + complementary food for breast milk on the increase in nutritional status in exclusive and non-exclusive breastfeeding groups (p = 0.047). The factors of maternal education, maternal work and family socioeconomic on the nutritional status of exclusive and non-exclusive breastfeeding groups were not affected (p=0.19, p=0.25 and p=0.54). The increase in nutritional status of the two groups each month experienced a significant increase. Conclusions there are the effect of exclusive breastfeeding+complementary food for breast milk on the nutritional status of infants aged 6−9 months in Sukawening Village, Ciwidey District, Bandung Regency.
Perbandingan Faktor Risiko Pasien Limfadenitis Tuberkulosis antara Hasil Bakteri Tahan Asam Positif dan Negatif Naufal Fadhillah Alam; Meta Maulida Damayanti; Maya Tejasari; Ismet Muchtar Nur; Yani Triyani
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.4347

Abstract

Limfadenitis tuberkulosis merupakan tuberkulosis ekstraparu (TEBP) yang paling umum di dunia. Diagnosis pasti TEBP ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis, dan atau histopatologis contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena. Pemeriksaan BTA dengan Ziehl Neelsen langsung pada jaringan mempunyai sensitivitas rendah sehingga jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbandingan faktor risiko limfadenitis tuberkulosis dengan hasil BTA positif dan negatif dari jaringan KGB berdasar atas usia, jenis kelamin, dan riwayat TB paru di Laboratorium Rumah Sakit Al-Islam Bandung tahun 2016–2017. Terdapat 18 pasien dengan hasil BTA positif dan 17 pasien dengan BTA negatif yang memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang dengan analisis data univariat untuk mengetahui gambaran faktor risiko pasien dan bivariat untuk melihat hasil perbandingan faktor risiko pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan pasien dengan BTA positif banyak diderita oleh pasien usia <20 tahun (8 dari 18) dan BTA negatif 30–39 tahun (6 dari 17). Pasien wanita mendominasi BTA positif (15 dari 18) dan BTA negatif (11 dari 17) daripada laki-laki. Pasien yang tidak mempunyai riwayat TB paru mendominasi BTA positif (14 dari 18) dan BTA negatif (14 dari 17). Perbandingan faktor risiko pasien antara hasil BTA positif dan negatif berdasar atas usia (p=0,117), jenis kelamin (p=0,264), dan riwayat TB paru (p=1,000). Walaupun mempunyai sensitivitas yang rendah, pemeriksaan BTA jaringan harus dilakukan guna memberikan informasi yang maksimal untuk klinisi. Simpulan, perbandingan faktor risiko limfadenitis tuberkulosis antara hasil BTA positif tidak berbeda. COMPARASION OF LYMPHADENITIS TUBERCULOSIS PATIENT’S RISK FACTOR BETWEEN POSITIVE AND NEGATIVE ACID-FAST BACILLUS Lymphadenitis tuberculosis is most common extrapulmonary tuberculosis (EPTB) in the world. Definitive diagnosis in EPTB is by clinical examination, bacterial examination, and histopatological examination from sample in affected organ. AFB examination by Ziehl Neelsen directly from tissue has low sensitivity and high specificity. This study aims to examine the comparion of lymphadenitis tuberculosis patient’s risk factor between positive and negative AFB from lymph node tissue based on age, sex, and previous history of pulmonary tuberculosis in Laboratory of Al-Islam Hospital Bandung during 2016–2017. There were 18 patients with positive AFB and 17 patients with negative AFB who met inclusion criteria. This study used cross sectional design with univariate data analysis to descript the risk factor of patients and bivariate to see the comparison of patient characteristics. The result of this study showed patient with positive AFB occur more at the age of <20 (8 of 18) and negative AFB occur more at the age of 30–39 (6 of 17). Woman were dominated positive AFB (15 of 18) and negative AFB (11 of 17) than man. Patients with no previous pulmonary tuberculosis history were dominated positive AFB (14 of 18) and negative AFB (14 of 17). Comparison of lymphadenitis tuberculosis patient’s risk factor between positive and negative AFB based on age (p=0.117), sex (p=0.264), and previous history of pulmonary tuberculosis (p=1.000). Despite low sensitivity, tissue AFB examination should be performed to give maximal information for clinician. Conclusion, comparison of lymphadenitis tuberculosis risk factor between positive and negative AFB is not different.
Faktor Memengaruhi Cakupan Status Imunisasi Dasar di Puskesmas Cijagra Lama Kota Bandung Rhena Alma Ramadianti; Herry Garna; Lisa Adhia Garina
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5581

Abstract

Imunisasi merupakan upaya memberikan kekebalan pada anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Kelengkapan imunisasi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain usia ibu, pekerjaan ibu, pendidikan terakhir ibu, pendapatan keluarga, ketakutan akan efek samping imunisasi, tradisi keluarga dalam pemberian imunisasi, larangan agama, pengetahuan tentang jadwal imunisasi, jarak tempat pelayanan, biaya imunisasi, dan rumor buruk tentang kandungan vaksin. Tujuan penelitian ini mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi cakupan imunisasi dasar di Puskesmas Cijagra Lama Kota Bandung periode Agustus−November 2019. Desain penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data hasil penelitian dianalisis univariat untuk menghitung distribusi, frekuensi, karakteristik responden, dan karakteristik setiap variabel penelitian. Sampel penelitian adalah ibu yang datang ke Puskesmas Cijagra lama Kota Bandung dengan membawa bayi berusia 0−24 bulan yang akan dilakukan imunisasi dasar. Pengambilan sampel dengan cara total sampling. Besar sampel sebanyak 139 responden. Hasil penelitian ibu yang membawa anaknya untuk imunisasi dasar lengkap didominasi oleh ibu yang berusia <30 tahun (57,1%), ibu rumah tangga (84,2%), pendidikan terakhir SMA dan perguruan tinggi (86,5%), sedangkan pendapatan keluarga hampir sama antara di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan di atas UMR. Responden yang anaknya diimunisasi dasar lengkap mayoritas tidak takut akan efek samping (p=0,006), sudah tradisi untuk diimunisasi (p=0,214), tidak ada larangan agama (p=0,02), mengetahui  jadwal  imunisasi  (p=0,023),  jarak  tempat  pelayanan imunisasi tidak terlalu jauh (0,004), biaya masih terjangkau (p=0,603), serta   tidak   perduli   akan   rumor   buruk   tentang   kandungan   vaksin (p=0,877). Responden yang tidak melakukan imunisasi dasar lengkap, mayoritas usia ibu ≥30 tahun, ibu rumah tangga, pendidikan SMA dan perguruan tinggi, dan pendapatan keluarga   di bawah UMR. Simpulan, faktor yang memengaruhi cakupan status imunisasi dasar adalah ketakutan akan efek samping, larangan agama, pengetahuan jadwal imunisasi, dan jarak tempat pelayanan imunisasi. FACTORS AFFECTING BASIC IMMUNIZATION COVERAGE IN PUSKESMAS CIJAGRA LAMA BANDUNG CITYImmunization is an attempt to provide immunity to children by introducing vaccines into the body so that the body makes antibodies to prevent certain diseases. Completeness of immunization is affected by many factors including mother’s age, mother’s occupation, mother’s last education, family income, fear of immunization side effects, family traditions in immunization, religious restrictions, knowledge of immunization schedules, the distance of services, immunization fees, and bad rumors about vaccine content. The purpose of this study was to determine the factors that affecting the basic immunization coverage in the Cijagra Lama Health Center in the City of Bandung in the August– November 2019 period. The study design was descriptive with a cross- sectional approach. Data were analyzed univariate to calculate the distribution, frequency, characteristics of respondents, and characteristics of each study variable. The sample of this research was mothers who come to the old Cijagra Health Center in Bandung City with babies aged 0−24 months who will be given basic immunizations. Sampling by total sampling. The sample size was 139 respondents. The results of the study of mothers who bring their children to complete basic immunizations were dominated by mothers aged <30 years (57.1%), housewives (84.2%), high school education and college (86.5%), while income almost the same family between below regional minimum wage and above regional minimum wage. Respondents whose children were fully immunized basic majority were not afraid of side effects, it was tradition to be immunized, there was no religious prohibition, knowing the immunization schedule, distance between immunization services was not far, the cost was still affordable, and no matter the bad rumors about vaccine content. Respondents who did not complete basic immunization, the majority of mothers aged ≥30 years, housewives, high school and college education, and family income below regional minimum wage. In conclusion, that most of the coverage of basic immunization status at the Cijagra Lama Health Center in Bandung are complete, and the small part that is incomplete is influenced by maternal age ≥ 30 years, family income below regional minimum wage, less knowledge about immunization.
Hubungan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester Satu dengan Kejadian Stunting pada Balita di Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang M. Alstassyura Wiranatagama Aryanto; Dadi S Argadiredja; R. Kince Sakinah
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5635

Abstract

Masa perkembangan anak dimulai saat masih dalam kandungan dan banyak faktor yang dapat memengaruhi perkembangan janin. Anemia pada saat kehamilan sangat berisiko terhadap perkembangan bayi yang akan dilahirkan yang dapat menyebabkan anak mengalami stunting pada balita. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar hemoglobin ibu hamil trimester satu dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang pda Desember 2018–Juni 2019. Desain penelitian, yaitu analitik observasional dengan pendekatan case control. Subjek penelitian ini 67 anak dengan kondisi stunting. Teknik pengambilan sampel yang digunakan simple random sampling dengan jumlah 50 balita stunting dan 50 balita normal sebagai kontrol (1:1). Analisis data menggunakan uji chi square dengan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 orang ibu hamil dengan anemia yang terdiri atas 25 orang (25%) anaknya normal dan 29 orang (29%) anaknya stunting. Sementara 46 orang ibu hamil dengan Hb normal yang terdiri atas 25 orang (25%) anaknya normal dan 21 orang (21%) anaknya mengalami stunting. Berdasar atas uji hubungan dengan uji chi square nilai p=0,547. Simpulan,  tidak terdapat hubungan antara kadar haemoglobin ibu hamil trimester satu dan kejadian stunting pada balita di Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang. THE RELATION 0F HAEMOGLOBIN LEVEL ON THE FIRST TRIMESTER PREGNANCY WITH STUNTING INCIDENCE AMONG TODDLERS IN CONGGEANG SUB-DISTRICT, SUMEDANG DISTRICT The development period of the child begins in the womb. There are many factors could affect fetus development, including haemoglobin of the mother. Anemia during pregnancy is very risky for the fetus development and could cause children under five years to experience stunting. The purpose of this study was to find relation of haemoglobin level in first trimester of pregnant woman with the stunting incidence in Conggeang Sub-district, Sumdeang District during December 2018–June 2019. The study design was observasional analytic with case control approach. The subject of this study is 67 children with stunting. The sampling technique used simple random sampling with total 50 stunted children and 50 normal children as control group (1:1). Data analysis used chi square test with α = 0.05. The result of this study shows that 54 pregnant woman with anemia, 25 (25.0%) of them have children with normal condition and 29 (29.0%) have stunted children. Based on chi square test (p=0.547), there was no relation between haemoglobin level in first trimester of pregnant woman with stunting incidence in Conggeang Sub-district, Sumedang District. In conclusion, there is no relation beetween haemoglobin level in first trimester of pregnant woman and stunting incidence in Congeang Sub-District in Sumedang District.
Klasifikasi Morfologi Leukemia Limfoblastik Akut Berhubungan dengan Kejadian Relaps pada Pasien Anak Clara Juniasari; Susan Fitriyana; Apen Afgani; Lelly Yuniarti; Yani Triyani
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.4338

Abstract

Leukemia yang paling banyak ditemukan pada anak adalah jenis leukemia limfoblastik akut (LLA). Pasien yang mengalami respons lambat setelah pemberian kemoterapi memiliki risiko relaps lebih besar. Terdapat faktor risiko yang dapat memengaruhi relaps, seperti usia, jenis kelamin, jumlah leukosit, dan klasifikasi morfologi LLA. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan karakteristik pasien dengan kejadian relaps pada anak LLA. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 111 anak di RS Al-Islam Bandung periode Maret—Juli 2018. Hubungan karakteristik pasien dengan kejadian relaps dianalisis menggunakan uji chi square pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan anak yang mengalami relaps: 46,7% anak laki-laki dengan rasio prevalensi 1,14 (p=0,781); usia 5—9 tahun sebanyak 50% dengan rasio prevalensi 1,33 (p=0,664); anak dengan jumlah leukosit >50.000/µL sebanyak 64,2% dengan rasio prevalensi 1,74 (p=0,077), dan anak dengan klasifikasi morfologi LLA-L2 sebanyak 56,7% dengan rasio prevalensi 4,25 (p=0,004). Simpulan penelitian tidak terdapat hubungan jenis kelamin, usia, dan jumlah leukosit dengan kejadian relaps, namun terdapat hubungan antara klasifikasi morfologi dan kejadian relaps. MORPHOLOGICAL CLASSIFICATION OF ACUTE LIMPHOBLASTIC LEUKEMIA RELATED TO RELAPSE IN PEDIATRIC PATIENTSThe most commonly leukemia occurred in children is a type of acute lymphoblastic leukemia (ALL). Patients who responded slowly after receiving chemotherapy, have a greater risk of relaps. There are risk factors that could affect the occurrence of relaps, such as age, sex, leukocyte count, and morphology of ALL classification. This study purposed to determine the relationship between the patient characteristics and the occurrence of relaps in children with ALL. This study used cross sectional analytic observational method with a number of sample were 111 children in Al-Islam Hospital Bandung during March-July 2018. Relationship between patient characteristics and occurrence of relapse was analyzed using chi-square method with 95% confidence level. This study showed that children who relapsed 46.7% of boys with a prevalence ratio of 1.14 (p=0.781); 50% of 5—9 years old with a prevalence ratio of 1.33 (p=0.664); 64.2% of children with leukocyte counts was >50,000/μL with a prevalence ratio of 1.74 (p=0.077) and 56.7% of children with ALL-L2 morphology classification with a prevalence ratio of 4.25 (p=0,004). Conclusions of the study there is no correlation between gender, age and number of leukocytes with the incidence of relapse but there is a relationship between morphological classification and the incidence of relapse.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Anak Jalanan di Tambun Selatan Kota Bekasi Atia Mansoorah; Buti Azfiani Azhali; Titik Respati; Lisa Adhia Garina; Herry Garna
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.4337

Abstract

Anak jalanan masih menjadi masalah di Indonesia khususnya Kecamatan Tambun Selatan, Kota Bekasi yang mewakili daerah kumuh dan tingkat kriminal yang tinggi. Lingkungan memengaruhi perilaku anak jalanan yang identik dengan kelalaian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik anak jalanan dengan PHBS di Kecamatan Tambun Selatan, Kota Bekasi. Penelitian dilakukan dari Januari−Juli 2018. Instrumen berupa kuesioner dan wawancara tentang karakteristik, mencuci tangan, sikat gigi, buang air besar di toilet, dan merokok pada anak jalanan usia 7−18 tahun, tidak hidup nomaden, dapat membaca dan menulis, serta dapat mengikuti pendidikan dari awal hingga akhir. Metode penelitian merupakan cross sectional dengan desain penelitian analitik kategorik tidak berpasangan, uji chi square, Fisher’s Exact, Goodman dan Kruskal Tau, dan Kendall’s Tau-b. Mayoritas dari 80 orang adalah 44 perempuan, 57 orang berusia 7−12 tahun, dan 47 orang berpendidikan sekolah dasar (SD). Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik jenis kelamin dan PHBS (nilai p=0,04). Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik status pendidikan dan PHBS (nilai p=0,049). Kesimpulannya, mayoritas anak jalanan di Kecamatan Tambun Selatan tergolong tidak ber-PHBS, namun perempuan lebih ber-PHBS dibanding dengan laki-laki dan status pendidikan SD lebih ber-PHBS dibanding status pendidikan lain. CLEAN AND HEALTHY LIFE BEHAVIOR (PHBS) OF STREET CHILDREN IN TAMBUN SELATAN BEKASI CITYStreet children are still a problem in Indonesia especially Tambun Selatan Sub-district, Bekasi City that represent slum area and high criminal rate. The environment influences the behavior of street children that is identical with the neglect of clean and healthy life behavior so that this research was done to know the characteristic relationship with the clean and healthy life behavior of street children in Tambun Selatan Sub-district, Bekasi City conducted from January to July 2018. The instrument was conducted by giving questionnaires and interviews about the characteristics of street children, hand washing, toothbrush, defecate in the toilet, and smoking to street children aged 7−18 years, not living nomadic, can read and writing, and willing to take part from the beginning to the end. This study was a cross sectional research with unpaired categorical analytic analytic research design, using Chi Square, Fisher’s Exact, Goodman and Kruskal Tau, and Kendall’s Tau-b statistical test. The majority from 80 people were 44 girls, 57 people aged 7−12 years, and 47 people elementary school educated. There was a significant relationship between sex and clean and healthy life behavior (p=0.04). In addition, there was a significant relationship between the status of education and clean and healthy life behavior (p=0.049). In conclusions, the majority of street children in Tambun Selatan Sub-district are classified as not good in clean and healthy life behavior but girl is better than boy and elementary school education status is better than other education status.
Kepatuhan Konsumsi Obat Kelasi Besi dan Kadar Feritin Serum Pasien Talasemia Beta-Mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung Hutari Gustiana; Tito Gunantara; Hilmi Sulaiman Rathomi
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5572

Abstract

Kadar feritin serum yang tinggi pada pasien talasemia menimbulkan berbagai komplikasi yang menurunkan kualitas hidup pasien. Kadar tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat kelasi besi. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kepatuhan konsumsi obat kelasi besi dan kadar feritin serum pada penderita talasemia beta-mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung serta hubungan antara keduanya. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan melibatkan 50 pasien talasemia di RSUD Al-Ihsan Bandung yang dipilih secara consecutive. Data tingkat kepatuhan diukur dengan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang diisi dipandu oleh peneliti, sedangkan data kadar feritin serum didapatkan dari rekam medis pasien. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli–September 2019, data dianalisis menggunakan uji chi square dengan bantuan piranti lunak STATA versi 13. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penderita talasemia beta-mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung (60%, IK 45,4–72,9%) memiliki tingkat kepatuhan rendah dalam konsumsi obat kelasi besi dan sebagian besar memiliki kadar feritin serum >2.500 ng/mL (58%, IK 43,5–71,2%). Terdapat hubungan bermakna secara statistik antara tingkat kepatuhan konsumsi obat kelasi besi dan kadar feritin serum pada penderita talasemia beta-mayor di RSUD Al-Ihsan Bandung (p=0,00). DRUG ADHERENCE OF IRON-CHELATING AGENT AND SERUM FERRITIN LEVELS OF BETA-MAJOR THALASSEMIA PATIENTS IN AL-IHSAN HOSPITAL BANDUNG High serum ferritin levels in thalassemia patients cause various complications that reduce the quality of life of patients. These levels are influenced by various things, one of which is patient compliance in consuming iron chelation. This study aims to determine the level of compliance with iron chelation drug consumption and serum ferritin levels in patients with beta-major thalassemia in Al-Ihsan Regional Hospital Bandung and the relationship between the two. This was a cross-sectional study involving 50 thalassemia patients at Al-Ihsan Regional Hospital Bandung, which was chosen consecutively. We measure the adherence by the Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) questionnaire, filled out with the researcher’s guidance, while ferritin level data was obtained from the patient’s medical record. Data was collected in July–September 2019, and data were analyzed using chi-square test with the help of STATA software version 13. The results showed the majority of patients with beta-major thalassemia in Al-Ihsan Regional Hospital Bandung (60%, 45.4–72.9% CI) have a low level of compliance in the consumption of iron chelation drugs and most have serum ferritin levels >2.500 ng/mL (58%, 43.5–71.2 CI). There was a statistically significant relationship between the level of compliance with iron chelation drug consumption with serum ferritin levels in patients with beta-major thalassemia in Al-Ihsan Regional Hospital Bandung (p=0.00).
Motivasi Kerja Berpengaruh terhadap Kedisiplinan Tindakan Pemasangan Infus yang Sesuai dengan Standard Operating Procedure pada Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Susan Fitriyana; Dadang Kusnadi; Tasya Aspiranti
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5748

Abstract

Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan isu global yang sangat penting. Salah satu cara untuk mencegah cidera pada pasien adalah melakukan prosedur tindakan invasif seperti pemasangan infus sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP). Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran motivasi kerja dan kedisiplinan dalam pemasangan infus yang sesuai dengan SOP serta pengaruh motivasi terhadap kedisiplinan tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP pada perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X di Kota Bandung. Jenis penelitian ini adalah deskriptif verifikatif menggunakan metode penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X yang berjumlah 108 orang, sedangkan jumlah sampel yang diteliti adalah 103 orang, dengan teknik propotional stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Juli tahun 2014 dengan cara pengisian kuesioner tervalidasi, wawancara, serta observasi terhadap responden penelitian yang melibatkan kepala ruangan dan clinical instructure. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan tabulasi data untuk menjawab identifikasi masalah deskriptif dan analisis regresi untuk menguji hipotesis. Dari hasil penelitian didapatkan motivasi kerja perawat pelaksana berada dalam kategori baik dan kedisiplinan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP dalam kategori sangat baik. Berdasar atas hasil pengujian regresi linear didapatkan bahwa variabel motivasi kerja memiliki pengaruh positif terhadap kedisiplinan perawat pelaksana dalam melakukan tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP. Pengaruh yang dihasilkan motivasi kerja dapat meningkatkan kedisiplinan pemasangan infus sesuai dengan SOP. INPATIENT WARDS NURSES WORK MOTIVATION AND THE DISCIPLINE OF INTRAVENOUS FLUID INSTALLATION BASED ON THE STANDARD OPERATING PROCEDURE Patient safety in hospitals is a significant global issue. One of the ways to prevent injury to patients is to perform an invasive procedure such as infusion following the Standard Operating Procedure (SOP). The purpose of the research was to describe the work motivation and discipline infusion following Standard Operating Procedure (SOP) and the influence of motivation towards discipline in infusion following SOP on nurse’s inpatient wards X Hospital Bandung. The type of research was descriptive verification using a cross-sectional study. The population in this study were nurses inpatient wards X Hospital Bandung, amounting to 108 people, while the number of samples were 103 people, with a proportional stratified random sampling technique. Data collection was carried out from April to July 2014 by filling out validated questionnaires, interviews, and observations of research respondents involving the head of the room and clinical instructure. The analytical method used descriptive analysis by tabulating the data to answer the identification of problems of descriptive and regression analysis to test the hypothesis. From the results, the motivation of nurses was in a good category and discipline infusion following SOP in the excellent category. Based on the results of the linear regression test showed that the variables of work motivation had a positive influence on the discipline nurses in action infusion following the SOP. The effect of work motivation can increase the discipline of infusion, according to SOP.

Page 1 of 2 | Total Record : 19